RUU KUHAP Disorot, Mahasiswa Ungkap 7 Poin Masalah Serius
BIMARAYA, PALANGKA RAYA – Puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kota Palangka Raya yang tergabung dalam Aliansi Reformasi KUHAP menggelar unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kalimantan Tengah, Senin (28/7/2025).
Aksi ini digelar sebagai bentuk penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang dinilai bermasalah dan berpotensi mencederai proses penegakan hukum di Indonesia.
Koordinator Lapangan aksi, Glennio Sahat Solu Sihombing, menjelaskan bahwa RUU KUHAP mengandung sejumlah pasal yang bermuatan represif dan memberikan kewenangan luas kepada aparat tanpa pengawasan yang memadai.
“Kami sudah meminta DPRD Kalteng menyatakan sikap menolak kebijakan tidak populis, termasuk RUU KUHAP, tapi sampai sekarang belum direspons. Ini adalah bentuk nyata dari keresahan masyarakat sipil,” ujar Glennio.
Ia menyebutkan tujuh poin keberatan utama yang menjadi dasar penolakan, antara lain:
• Tidak adanya jaminan akuntabilitas dalam pelaporan tindak pidana (Pasal 23);
• Minimnya pengawasan oleh pengadilan;
• Prosedur upaya paksa dan investigasi khusus yang ugal-ugalan;
• Pelibatan TNI sebagai penyidik tindak pidana;
• Kewenangan Polri melakukan penahanan tanpa izin pengadilan hingga tujuh hari;
• Celah penyalahgunaan penyadapan oleh aparat penegak hukum;
• Penangkapan tanpa kejelasan tujuan dan dasar hukum.
Menurut Glennio, sejumlah poin tersebut didasarkan pada draf RUU yang sempat mereka kaji bersama organisasi masyarakat sipil, seperti YLBHI, sebelum akses terhadap laman DPR RI ditutup. “Kami dapatkan dari web sebelum dimatikan. Ini menandakan proses legislasi yang tidak transparan,” tambahnya.
Sekretaris Lapangan Aksi, Gratsia Christopher, menyatakan bahwa pembahasan RUU KUHAP juga tidak melibatkan partisipasi publik secara memadai. Ia menilai sejumlah ketentuan dalam RUU tersebut melegitimasi perluasan kewenangan TNI dan Polri hingga ke jabatan sipil, yang rawan disalahgunakan.
“RUU ini bisa menjadi alat kriminalisasi terhadap masyarakat sipil. Jika disahkan, mahasiswa bisa saja ditangkap hanya karena berdiskusi menyampaikan keresahan terhadap situasi negara. Tidak ada jaminan untuk korban kekerasan, bahkan penyidik bisa bergerak tanpa perlu izin pengadilan,” kata Gratsia.
Sebagai bentuk tekanan terhadap DPRD dan pemerintah, aliansi merencanakan aksi lanjutan berupa “camping” di depan kantor DPRD Kalteng. Mereka menuntut Ketua DPRD hadir dan menandatangani pernyataan sikap penolakan terhadap RUU KUHAP, serta menyampaikan sikap tersebut secara terbuka kepada publik dan pemerintah pusat.
“Tolong pasal-pasal yang bermasalah dihapus, kemudian lakukan reformasi besar-besaran dalam penyusunan KUHAP. Tujuannya agar penegakan hukum di Indonesia benar-benar menjunjung tinggi keadilan dan hak-hak sipil,” pungkas Glennio.
Dikutip dari: possindo.com
Tinggalkan Balasan