Ketum Gerdayak Yansen Binti Soroti Ketimpangan Transmigrasi, Dorong Kuota 80 Persen untuk Warga Lokal
PALANGKA RAYA, BIMARAYA – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Dayak (Gerdayak) Nasional Kalimantan Tengah, Yansen A. Binti, menanggapi isu penolakan terhadap program transmigrasi di wilayah Kalimantan Tengah dengan pendekatan yang lebih reflektif dan konstruktif. Ditemui di Palangka Raya pada Rabu, 6 Agustus 2025, Yansen menilai bahwa resistensi masyarakat terhadap transmigrasi lebih dipicu oleh rasa ketidakadilan yang selama ini dirasakan warga lokal, khususnya masyarakat Dayak.
“Penolakan terhadap transmigrasi itu sebenarnya muncul karena ada resistensi dari masyarakat terhadap orang luar yang masuk. Selama ini, program transmigrasi terlihat tidak adil,” ujar Yansen.
Ia menjelaskan bahwa ketidakadilan ini semakin terasa ketika masyarakat Dayak sebagai penduduk asli masih belum memiliki akses terhadap hak-hak dasar seperti sertifikat tanah, sementara para transmigran justru mendapatkan berbagai fasilitas sejak awal.
“Banyak masyarakat Dayak yang seumur hidupnya belum pernah melihat sertifikat atas tanah mereka sendiri di kampung-kampung. Padahal, sebagian besar desa mereka berada di kawasan hutan yang statusnya masih tumpang tindih,” tambahnya.
Meski demikian, Yansen menegaskan bahwa program transmigrasi tidak semestinya ditolak secara mentah-mentah. Menurutnya, program tersebut tetap dapat dijalankan dengan catatan ada keberpihakan terhadap masyarakat lokal sebagai bagian dari relokasi yang terintegrasi.
“Transmigrasi bukan sesuatu yang harus ditolak sepenuhnya. Kita bisa mendorong agar relokasi ini juga menyasar warga lokal—dipindahkan dari kampungnya ke tempat yang sudah disiapkan, lengkap dengan fasilitas seperti sertifikat, bibit, pupuk, dan dukungan lainnya. Dengan begitu, mereka pun bisa menikmati pembangunan lewat program ini,” jelas Yansen.
Yansen juga mengusulkan proporsi yang lebih berimbang dalam pelaksanaan program transmigrasi ke depan. Ia berharap kuota peserta dari luar Kalimantan Tengah tidak lebih dari 20 persen.
“Kita berharap, kalau bisa 70 sampai 80 persen peserta transmigrasi adalah warga lokal. Sisanya, 20 persen dari luar. Kehadiran mereka dari luar bisa menjadi stimulan, karena mereka punya pengalaman bertani dan etos kerja yang baik. Tapi mereka juga harus bisa membaur, tidak membentuk kelompok sendiri, agar proses integrasi dan pembauran kebangsaan bisa berjalan cepat,” tegasnya.
Yansen optimistis bahwa pemerintah daerah akan mendengarkan aspirasi tersebut, demi menciptakan kebijakan yang lebih adil, inklusif, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat lokal Kalimantan Tengah. (redaksi)
Tinggalkan Balasan